Konservasi Kuda laut (Hippocampus spp.)
Disusun
oleh :
Adriana Tarigan
130302029
Manajemen sumberdaya perairan
MATA KULIAH MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keanekaragaman hayati didunia mencakup spesies yang luar
biasa banyak jumlahnya. Keanekaragaman hayati tersebut melibatkan komunitas
biologi yang kompleks dan dalam tiap spesies terdapat pula variasi genetik yang
sangat kaya. Minat masyarakat umum untuk melindungi keanekaragaman hayati dunia
semakin meningkat dalam beberapa dekade belakangan ini. Baik ilmuwan maupun
masyarakat umum kini memahami bahwa kita hidup dalam periode pemusnahan keanekaragam
hayati yang luar biasa (Indrawan dkk.,
2007).
Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic
state) yang terdiri dari sekitar 17.500 pulau dengan luas laut sekitar 5,8
juta km2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000 km. Sebagian besar dari
pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau kecil yang memiliki kekayaan sumber
daya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang sangat
potensial untuk pembangunan ekonomi. Sumber daya hayati laut pada kawasan ini
memiliki potensi keragaman dan nilai ekonomis yang tinggi seperti kerapu,
napoleon, ikan hias, kuda laut, kerang mutiara, kima raksasa (Tridacna gigas),
dan teripang (Angwarmase, 2014).
Salah satu komoditas perikanan laut yang
bernilai ekonomis tinggi adalah kuda laut (Hippocampus sp.) baik sebagai
ikan hias maupun sebagai bahan baku obat-obatan. Kuda laut selain dimanfaatkan
sebagai ikan hias, juga dimanfaatkan sebagai
souvenir, dan bahan dasar obat-obatan tradisional yang diyakini dapat
mengobati beberapa penyakit. Setiap tahun sejumlah 20 juta ekor kuda laut
kering dan ratusan ribu kuda laut hidup ditangkap dan diperdagangkan pertahun
oleh 40 negara, termasuk Indonesia. Hal tersebut memicu permintaan pasar dan
penangkapan yang meningkat sepanjang tahun. Pengimpor terbesar kuda laut di
dunia adalah China, Taiwan dan Hongkong. Sedangkan negara pengekspor kuda laut
mayoritas berasal dari Thailand, Vietnam, India, Philipina dan Indonesia. Hal
ini menyebabkan populasi kuda laut di lima negara tersebut
menurun 50 persen sejak lima tahun terakhir (Redjeki, 2007).
Kuda laut (Hippocampus spp.) dapat dijumpai hampir di seluruh
perairan dunia, termasuk di perairan indonesia. Kuda laut merupakan salah satu
sumberdaya hayati laut yang memiliki nilai komersial dan telah banyak
diperdagangkan. Dengan semakin merungkatnya eksploitasi kuda laut, maka kuda
laut saat ini menjadi salah satu komoditas yang terancam kelestariannya dan
disinyalir telah mendekati kepunahan. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga
kelestarian kuda laut tersebut adalah dengan melakukan pengembangan ke arah
budidaya (Syajiuddin dkk.,
2008).
Kawasan konservasi perairan di
Indonesia tidak kurang dari 16 juta hektar (Ruchimat dalam Pedoman
Teknis E-KKP3K, 2012) yang kini menghadapi ancaman dan persoalan pengelolaan
yang sangat berat. Ancaman tersebut dapat
berupa ancaman langsung maupun tidak langsung. Ancaman langsung meliputi
praktik penebangan liar, penyerobotan dan konversi lahan, penangkapan hewan
langka, pengeboman ikan, maupun yang disebabkan oleh faktor-faktor alam seperti
kebakaran hutan dan fenomena pemanasan global yang mengakibatkan terjadinya
perubahan iklim. Ancaman tidak langsung meliputi hal-hal yang disebabkan oleh
adanya kebijakan yang berkonotasi dua (ambiguity), ketidakjelasan akan
hak-hak dan akses masyarakat, peraturan perundang-undangan yang kurang memadai
dan tumpang tindih, serta penegakan hukum yang lemah (Jompa dkk., 2015).
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui jenis dan penyebaran kuda laut (Hippocampus spp.) di alam
2.
Untuk mengetahui
status keberadaan dari kuda laut (Hippocampus spp.)
3.
Untuk
mengetahui manfaat dan pengelolaan kuda laut (Hippocampus spp.)
Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan adalah sebagai bahan informasi mengenai
keberadaan dan status kuda laut (Hippocampus
spp.) dialam, serta sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti praktikum Konservasi Sumberdaya Hayati Perairan.
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi
Kuda Laut
Klasifikasi
dan Morfologi
Kuda laut adalah hewan yang telah mengalami evolusi sejak
40 juta tahun lalu. Diistilahkan ke dalam genus Hippocampus berasal dari
bahasa Yunani yang berarti binatang laut
berbentuk kepala kuda, (hippos = kepala kuda ; campus = binatang
laut) (Fritzhe, 1997 dalam Syafiuddin, 2004).
Taksonomi kuda laut menurut Hidayat dan Silfester (1998) dalam Syafiuddin (2004) adalah sebagai
berikut :
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub Class : Teleostomi
Ordo :
Gasterosteiformes
Family :
Syngnathidae
Genus : Hippocampus
Spesies
: Hippocampus spp
Gambar 1. Morfologi kuda laut (Hippocampus spp)
Di Indonesia kuda laut di kenal dengan sebutan tangkur
kuda yang merupakan salah satu jenis ikan laut kecil yang yang sangat berbeda
dengan jenis ikan lainnya yaitu kepala
kuda laut mempunyai mahkota, tubuh agak pipih dan melengkung, seluruh tubuh
terbungkus oleh semacam baju baja yang terdiri atas lempengan – lempengan tulang
atau cincin – cincin, mata kecil dan sama lebar, mempunyai moncong, ekor lebih
panjang dari kepala dan tubuh serta dapat memegang, sirip dada pendek dan
lebar, sirip punggung cukup besar, sedang sirip anal kecil dan sirip ekor tidak
ada (Nontji 1993; Hansen and Cummins, 2002) (Syafiuddin, 2004).
Kuda laut termasuk dalam ordo Gasterosteiformes (dulu :
solenicthyes) dan famili Syngnathidae. Ikan – ikan famili Syngnathidae termasuk
ikan – ikan laut dan air tawar yang berukuran sedang sampai besar dengan bentuk
badan memanjang, terbungkus deretan lingkaran tulang. Mulut kecil biasanya
terletak pada ujung moncong yang mempunyai tabung celah insang kecil. Mempunyai
satu sirip punggung biasanya dengan 15 – 60 jari – jari lunak ; sirip dubur
sangat kecil dengan 2 – 6 jari – jari sirip ; tidak mempunyai sirip perut ;
mempunyai sirip ekor (Syngnathynae) atau tidak mempunyai sirip ekor
(Hippocampinae) (Rabiansyah, 2015).
Kuda laut (Cavalluccio Marino) merupakan hewan yang sangat unik. Ia
memiliki baju yang disebut baju zirah atau “baju besi” yang berfungsi sebagai
pelindung bahaya. Baju Zirah itu sangat keras seperti batu, bahkan tidak bisa
dihancurkan hanya dengan tangan manusia. Kuda laut ini ternyata termasuk dalam
jenis ikan, dan bernafas dengan insang. Ukuran mereka bervariasi dari sekitar
4-30 cm. Meskipun termasuk dalam jenis ikan, cara berenang kuda laut berbeda
dengan cara berenang ikan. Kuda laut bergerak dalam air dengan cara mengubah
isi udara dalam kantung renangnya. Jika kantung renang ini rusak dan kehilangan
sedikit udara, kuda laut tenggelam ke dasar laut. Kuda laut berenang dengan tubuh
yang tegak dan mereka dapat menganggukkan kepala ke atas dan ke bawah. Tubuh
kuda laut itu berwarna-warni (merah, kuning, hijau, dan hitam) dan bisa berubah
sesuai dengan keadaan sinar matahari yang menyinari tubuhnya, dan keadaan
tubuhnya sendiri. Walaupun memiliki banyak warna, namun beberapa spesiesnya berwarna
sebagian transparan, sehingga tidak mudah dilihat.
Meski tubuh kuda laut menyimpang dari bentuk
ikan pada umumnya, organ-organ yang identik dengan organ tetap dapat ditemukan,
seperti insang sebagai organ respirasi, sirip punggung yang digunakan untuk
bergerak dan tulang punggung yang menjadi penopang tubuhnya. Seluruh tubuh kuda
laut terbungkus oleh semacam baju baja yang terdiri atas lempengan-lempengan
tulang atau cincin. Kepala kuda laut mempunyai mahkota (coronet),
terdapat mata yang kecil, dan memiliki mulut yang panjang seperti pipa. Tubuh
kuda laut agak pipih dan melengkung, permukaan perut kasar, memiliki sirip dada
yang pendek dan lebar serta sirip punggung yang cukup besar. Kuda laut memiliki
ekor yang dapat dililitkan (prehensil) dan tidak mempunyai sirip ekor.
Kuda laut jantan memiliki kantong pengeraman (Broud pouch) yang terletak
di bawah perut sedangkanbetina tidak memliki kantong pengeraman (Samin, 2013).
Habitat
dan Penyebaran
Kuda laut biasanya dapat ditemukan di antara karang,
makro alga, akar mangrove dan padang lamun, tetapi beberapa hidup di pasir
terbuka atau dasar berlumpur. Spesies tertentu dapat ditemukan di muara sungai
atau laguna (Rabiansyah, 2015).
Kuda laut tersebar pada daerah tropis maupun sub tropis, pada umumnya hidup
di perairan dangkal dengan habitat padang lamun (segrass), karang (coral
reef), rumput laut (sea weed) dan mangrove. Di perairan Indonesia
telah diketahui sebanyak Sembilan jenis kuda laut, yaitu :
1. Hippocampus barboniensis, habitat rumput laut
2. Hippocampus erectus, habitat rumput laut
3. Hippocampus quithulatus, habitat rumput laut
4. Hippocampus whitei, habitat rumput laut
5. Hippocampus zosterae, habitat rumput laut
6. Hippocampus kuda, habitat mangrove
7. Hippocampus cames, habitat trumbu karang
8. Hippocampus zebra, habitat terumbu karang
9. Hippocampus capensis, hidup di daerah estuaria
Sebagian besar kuda laut di temukan di perairan dengan kedalamannya kurang
dari 20 meter. Beberapa spesies kuda laut dari Hippocampus capensis mampu
hidup di estuarine dengan salinitas yang berfluktuasi, biasanya jenis kuda laut
ini akan mengalami kematian jika ada banjir air tawar.
Kuda laut hidup pada zona litoral, yaitu perairan lepas
pantai yang berada diantara pasang tertinggi dan terendah, tempat penetrasi
cahaya matahari dapat mencapai dasar perairan. Penyebarannya meliputi pesisir
Samudra Hindia dan Pasifik sampai Kepulauan Hawai dan Jepang. Kuda laut biasanya tinggal di sekitar karang-karang laut dan menambatkan
ekornya pada celah bebatuan. Ia hidup menyebar di perairan tropis di seluruh
lautan dunia (Rabiansyah, 2015).
Karakteristik Tingkah laku dan
Ekologi
Aspek biologi yang menarik pada kuda laut
jantan adalah terdapat kantong pengeraman telur yang terletak di bawah perut
yang dipersembahkan oleh kuda laut betina. Kantong pengeraman ini terletak di
bagian depan dan mempunyai lubang yang dapat ditutup. Bagian dalam dari kantong
pengeraman dapat mengeluarkan zat yang menjadi makanan bagi anak – anak yang
baru menetas. Anak kuda laut yang baru keluar sudah mempunyai kemampuan untuk
berenang sendiri (Hidayat dan Silfester, 1998 dalam Syafiuddin, 2004).
Kuda laut adalah biota laut yang unik dengan posisi tubuhnya yang tegak, kepala
di atas dan ekor di bawah. Pergerakan kuda laut tergolong lambat karena hanya
dilakukan dengan menggunakan sirip dorsal yang ada di bagian punggung,
sedangkan sirip pectoral (sirip dada) digunakan untuk keseimbangan. Ekor kuda
laut digunakan sebagai jangkar, yaitu alat untuk mengaitkan tubuhnya pada suatu
substrat seperti rumput laut, terumbu karang atau benda-benda lain yang ada di
lingkngannya. Apabila terancam, kuda laut membengkokkan tubuhnya hinga
kepalanya mendekati ekor.
Al Qodri, et al (1999) dalam Samin, (2013).
menyatakan bahwa kuda laut adalah hewan diurnal yaitu hewan yang aktif pada
siang hari atau selama ada penyinaran cahaya matahari. Pemijahan berlangsung
baik pada pagi, siang atau sore hari.
Pada siang hari kuda laut melakukan semua aktivitas kehidupannya secara
aktif. Kuda laut menggunakan matanya
untuk mencari mangsa, karena kuda laut mempunyai pandangan ganda (binocular
vision). Jika kuda laut tidak mampu berpindah dengan cepat untuk memburu
mangsanya, maka kuda laut akan menggunakan moncong mulutnya yang menyerupai
pipa kecil. Dengan sekali hentakan kepala, organisme seperti larva, plankton
atau makhluk hidup lain yang ukurannya cukup untuk masuk ke dalam mulut akan
dihisap. Namum dalam percobaan di laboratorium, Hippocampus ingens telah
terbukti menjadi pemakan yang suka memilih makanan.
Selain cara makan yang unik, ada fakta unik lainnya yaitu
pada umumnya kuda laut adalah monogami, Di alam, sifat monogami dan kesetiaan
pasangan pada kuda laut memberikan peran dalam keberhasilan reproduksi kuda
laut, karena kuda laut yang kehilangan pasangannya tidak dapat bereproduksi
lagi sampai menemukan kembali pasangan baru. Walaupun kuda laut monogami
ternyata kuda laut dapat dipasangkan dengan yang bukan pasangannya. Hal ini
dibuktikan oleh Masonjones & Lewis (2000), Syafiuddin (2010) dalam Samin, (2013), bahwa kuda laut jenis Hippocampus zosterae
betina dapat melakukan percumbuan berulang-ulang (2-3 hari) untuk mengevaluasi
folikel yang matang yang dapat ditransfer ke dalam kantong pengeraman jantan.
Kuda laut betina secara fisiologis dapat melakukan percumbuan atau perkawinan
dengan seketika setelah bertemu dengan seekor jantan yang mau menerima dan
dapat melakukan perkawinan ulang sebelum akhir dari rata-rata siklus kehamilan
jantan (Masonjones & Lewis 2000; Vincent & Sadler 1995; Syafiuddin
2010, dalam Samin, (2013).
Kuda laut memiliki alat kamuflase atau penyamaran, yaitu berupa kemampuan
untuk merubah warna tubuhnya dalam beberapa menit untuk menyamai lingkungannya,
bahkan kadang-kadang mampu merubah warna tubuhnya menghindari “fluorescence”
(warna orange). Alat kamuflase berfungsi untuk menghindari diri dari predator.
Kuda laut juga dapat menyebarkan semacam filament yang meyerupai kumpulan algae
menempel pada rumput laut.
Induk kuda laut diperkirakan
mempunyai sedikit pemangsa sehubungan dengan kemampuan menyamar, dengan cara
menetap di suatu tempat dan duri pada tubuhnya yang tak menimbulkan selera.
Namun mereka pernah ditemukan di dalam perut ikan-ikan pelagis besar seperti
ikan tuna. Mereka juga dimakan oleh pinguin dan burung-burung air lainnya. Kuda
laut bahkan pernah ditemukan di dalam perut penyu. Kepiting mungkin
merupakan predator yang paling mengancam. Kuda laut muda adalah yang paling
banyak dijadikan mangsa oleh ikan-ikan lain. Untuk beberapa populasi kuda laut,
manusia merupakan pemangsa yang terbesar (Lourie et
al, 1999 dalam Syafiuddin, 2004).
Gambar 2. Perkembangan
Kuda Laut (Hippocampus spp.)
Reproduksi
dan Siklus Hidup
Kuda laut adalah satu-satunya hewan di dunia dimana jenis jantannyalah yang
hamil. Tetapi bukan berarti yang jantan yang memproduksi telur. Namun, telur tersebut
tetap dihasilkan oleh betina. Untuk
melakukan pemijahan masing-masing kuda laut mencari pasangannya. Induk jantan
yang matang kelamin aktif mencari induk betina, begitu pula sebaliknya apabila
ikan betina siap memijah akan berusaha menemukan pasangan yang cocok. Ciri-ciri
induk jantan yang matang kelamin dan siap memijah adalah jantan akan mengejar
betina sambil menekuk ekor dan menggembungkan kantung pengeraman, dan warna
tubuh jantan berubah menjadi cerah. Sedangkan ciri-ciri betina yang matang gonad
dan siap memijah adalah bagian perut membesar, urogenital berwarna
kemerah-merahan, apabila disorot cahaya, bagian dalam perut berwarna
kemerah-merahan. Warna tubuh berubah menjadi cerah dan bila dililit oleh ekor
kuda laut jantan tidak berusaha melepaskan diri (Hamzah,
2016).
Kuda laut termasuk hewan monogami, yaitu hanya memiliki satu pasangan saja
seumur hidupnya. Apabila pasangannya mati, tertangkap, atau hilang, maka
pasangan yang tertinggal akan lebih memilih hidup sendiri, atau apabila
memutuskan untuk memiliki pasangan baru akan menunggu setelah jangka waktu yang
sangat lama. Hal ini menjadi salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan populasi
kuda laut di alam, di samping faktor predasi, mortalitas yang tinggi akibat
infeksi ektoparasit, dan perubahan lingkungan habitatnya. Penangkapan
besar-besaran (eksploitasi) oleh manusia semakin memperburuk kondisi ini
(Anonimous, 2006).
Kuda laut jantan memiliki kantung perut yang besar dan pembuka seperti
celah di bagian dasar perutnya, yang tidak dilapisi baju zirah. Kuda laut
betina meletakkan telur-telurnya langsung ke dalam kantung perut ini dan kuda
laut jantan membuahi telur saat dijatuhkan. Lapisan dalam kantung perut menjadi
seperti spons dan dipenuhi dengan pembuluh darah, yang penting untuk memberi
makan telur. Satu atau dua bulan kemudian kuda laut jantan melahirkan kembaran
kecil dari dirinya sendiri (Hamzah, 2016).
Proses pemijahan dimulai dengan percumbuan yang tak kalah unik karena dapat
berlangsung selama berhari-hari dengan tarian-tarian dan perubahan warna yang
mengesankan, dan akan diakhiri dengan perubahan warna individu betina yang
menjadi cerah, menandakan siap memijah. Telur-telur yang dihasilkan oleh si
betina akan disalurkan ke kantung eram (brood pouch) yang dimiliki oleh
individu jantan, dibuahi di dalam kantung tersebut, dan selanjutnya dipelihara
hingga menetas. Selama lebih kurang sepuluh hari kuda laut jantan akan tampak
seperti sedang ‘bunting’ dan selanjutnya ‘melahirkan’ sejumlah kuda laut
mungil. Dari 1000 butir telur yang dihasilkan setiap kali pemijahan, jumlah
anakan yang mampu lulus-hidup hanya sekitar 250-600 ekor saja. Masa pemijahan
kuda laut dapat berlangsung sepanjang tahun, tergantung pada kondisi air,
terutama temperatur. Dalam kondisi yang optimal, pemijahan dapat terjadi hingga
empat kali dalam setahun (Anonimous, 2006).
Kelahiran atau proses pengeluaran juwana merupakan proses yang sangat
meletihkan bagi kuda laut jantan. Induk jantan berpegang kuat-kuat atu berenang
mondar-mandir dan menggosok-gosokan kantungnya pada dasar bak. Dengan cara
menekuk tubuh dan membuka lubang kantungnya, disertai kontraksi kantung
pengeraman maka juwana disemprotkan keluar dari kantung. Proses kelahiran
juwana dilakukan secara bertahap. Setelah melahirkan induk jantan diam, dan
beristirahat untuk beberapa jam (Hamzah, 2016).
Gambar 3. Reproduksi
dan Siklus Hidup Kuda Laut (Sumber: FAO.org)
Faktor Lingkungan
Lingkungan mempunyai peranan yang
sangat penting untuk perkembangan dan kelangsungan hidup serta kelestarian kuda
laut. Beberapa paratemer lingkungan yang
mendukung adalah :
-
Salinitas
Salinitas adalah garam-garam
terlarut dalam satu kilogram air laut dan dinyatakan dalam satuan perseribu.
Salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, semakin tinggi kadar
garam maka semakin besar pula tekanan osmotiknya.
Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme, misalnya dalam
hal distribusi biota laut akuatik dan merupakan parameter yang berperan penting
dalam lingkungan ekologi laut. Di perairan samudera, salinitas biasanya
berkisar antara 34 % - 35 %. Di perairan pantai karena terjadi pengenceran,
misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas biasanya turun
rendah.Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas biasa
meningkat kuat menyatakan bahwa konsentrasi salinitas perairan sangat
dipengaruhi oleh suplai air tawar dan air laut, curah hujan, musim, pasang
surut, dan laju transportasi (Nybakken, 1992 dalam Mahathir, 2014).
Beberapa jenis organisme ada yang
tahan terhadap perubahan salinitas yang besar,
adapula yang tahan terhadap salinitas yang kecil. Menurut Al Qodri dkk
(1998) bahwa kuda laut bersifat euryhaline sehingga dapat beradaptasi pada
wilayah perairan yang cukup luas yaitu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
diri pada lingkungan dengan kisaran salinitas optimum 30 0/00 –
32 0/00 (Syafiuddin, 2004).
-
Suhu
Suhu adalah salah satu faktor
yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan karena suhu mempengaruhi
aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan organisme laut. Menurut Odum (1971) dalam Syafiuddin (2004),
suhu air mempunyai peranan penting dalam kecepatan laju metabolisme pada
ekosistem perairan. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu antara lain musim,
cuaca, waktu, kedalaman perairan dan kegiatan manusia di sekitar perairan. Suhu
air dipengaruhi oleh komposisi substrat, kecerahan, suhu udara, hujan, suhu air
tanah, kekeruhan dan percampuran air laut dengan air sungai. Suhu secara tidak langsung bepengaruh terhadap
proses metabolisme kuda laut. Pada suhu air yang rendah akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan serta menurunkan daya tahan tubuh sehingga kuda
laut akan mengalami stres begitu pula dengan suhu yang tinggi (Al Qodri dkk,
1998 dalam Syafiuddin, 2004).
Simon and Schuster (1997) dalam Syafiuddin (2004),
menjelaskan bahwa kuda laut biasanya hidup diantara rumput laut yang
jernih dengan suhu 250 C. Sedangkan menurut Lourie et al (1999)
di daerah Indo – Pasifik suhu optimum untuk kelangsungan hidup kuda laut
yaitu antara 170 C – 200C. Al Qodri dkk (1998) dalam Syafiuddin (2004), menyatakan
bahwa kisaran suhu optimum untuk kehidupan kuda laut adalah 200C –
300C.
Pengaruh suhu pada plankton tidak
seragam di seluruh perairan terhadap masing – masing kelompok atau populasi.
Pada telur yang sedang berkembang dan larva dari hewan laut, toleransi terhadap
suhu air laut cenderung bertambah ketika mereka menjadi lebih tua. Dalam
perubahan suhu tersebut, pertumbuhan larva di percepat oleh suhu yang lebih
tinggi (Romimohtahto dan Juwana, 2001 dalam
Agung, 2016).
-
pH
Derajat keasaman (pH) adalah
jumlah ion hydrogen dalam suatu larutan merupakan suatu tolak ukur keasaman.
Biota – biota laut memiliki kisaran untuk hidup pada nilai pH tertentu. Air
laut memiliki nilai pH yang relative stabil dan biasanya berkisaran antara 7,5
– 8,4. Nilai pH dapat dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, suhu, serta
buangan industri dan rumah tangga.Pertumbuhan dan kelangsungan hidup kuda laut
sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya derajat keasaman. Derajat keasaman
yang ideal untuk kelangsungan hidup kuda laut adalah 7 – 8.Perairan yang
bersifat asam dan yang sangat alkali dapat menyebabkan kematian dan
menghentikan reproduksi pada kuda laut (Al Qodri dkk, 1998 dalam Mahathir, 2014).
Selanjutnya Sitanggang (2002) dalam Syafiuddin (2004) menyatakan bahwa besar kecilnya
nilai pH sangat dipengaruhi oleh kandungan karbondioksida (CO2) di
dalam air dimana karbondioksida merupakan hasil dari respirasi atau pernapasan
ikan yang menghasilkan CO2 berbeda di siang hari dan
malam hari. Ketika malam hari, kadar CO2 meningkat sehingga pH air juga naik. Ketika pagi dan siang
hari, kadar CO2 akan turun sehingga pH air pun ikut turun.
Ancaman
Kepunahan
Pemanfaatan sumber daya yang
tidak mengacu pada prinsip keberlanjutan dan mengabaikan asas pelestarian
menjadi ancaman serius. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Menurut Selig and
Bruno (2010) dalam Jompa dkk, (2015) bahwa
segala kegiatan manusia akhirnya mempengaruhi struktur bangunan terumbu karang.
Aktivitas manusia pada akhirnya akan menghasilkan pencemaran dan berdampak pada
kerusakan sumber daya hayati laut. Sumber pencemaran bersumber dari pembangunan
kawasan pemukiman, pertambangan, pelayaran, industri perikanan, budidaya.
Selain itu, aktivitas masyarakat pesisir yang melakukan alih fungsi lahan
mangrove menjadi lahan tambak dan kawasan pemukiman membuat kawasan pesisir
makin terdegradasi. Penyebab kerusakan sumber daya hayati laut juga akibat dari
penangkapan ikan yang berlebihan (over-exploitation). Laju penangkapan
ikan yang berlebihan mengakibatkan stok populasi ikan menurun. Kehidupan
nelayan akan mengalami kerugian akibat sumber daya ikan yang makin berkurang.
Berkurangnya sumber pendapatan ekonomi akan mengakibatkan nelayan mencari ikan
di wilayah lain. Sumber daya yang makin berkurang itu membuat nelayan memilih
jalan singkat menangkap ikan. Penangkapan secara destruktif menjadi pilihan
yang cepat dan menghasilkan ikan yang banyak. Namun demikan, cara tersebut
mengakibatkan kerusakan habitat ikan dan
lingkungan laut semakin meningkat.
Lemahnya peran pemerintah
mendorong kebijakan pemanfaatan sumber daya alam menjadi celah bertambahnya
tingkat kerusakan. Apalagi masyarakat pesisir yang makin terhimpit secara
ekonomi. Keadaan ini membuat kesadaran mengelola lingkungan pesisir semakin
rendah. Situasi itu kemudian mendorong masyarakat pesisir terjebak pada ruang kemiskinan. Hasil
kajian Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa penduduk miskin di
Indonesia kebanyakan di wilayah pesisir dengan jumlah 7,9 juta atau 25 persen
dari penduduk miskin di Indonesia. Pada saat bersamaan, kerusakan lingkungan
pesisir dan laut juga terus meningkat. Hasil kajian Lembaga Pengetahuan
Indonesia (LIPI) menemukan sekitar 30,4 persen kondisi terumbu karang mengalami
kerusakan. Hanya 5,29 persen yang berada dalam kondisi baik (Jompa dkk., 2015).
Menurut Eayrs (2005), Jenis Hasil tangkapan Sampingan (HTS) lain yang terancam
oleh penangkapan dengan pukat-hela (pukat-hela (trawl) udang) adalah ikan hiu,
pesut, ular laut, kuda laut, karang dan beberapa spesies ikan. Dalam banyak
hal, hewan-hewan ini dilindungi oleh hukum dan kegiatan penangkapannya adalah
illegal. Disamping itu, kegiatan penangkapannya merupakan penghamburan sumber
daya yang sia-sia.
Beberapa sifat (karakteristik) kuda laut yang menjadikan
hewan ini rentan terhadap eksploitasi yang berlebih antara lain adalah
penyebarannya sedikit, jarak habitat sempit, fekunditas rendah, dan kesetiaan
pada pasangan. Penyebaran yang sempit
ini juga terjadi di Indonesia, seperti di Sulawesi Selatan hewan ini hanya
ditemukan banyak pada daerah tertentu seperti di Pulau Tana Keke, Kabupaten
Takalar (Syafiuddin,
2004).
Contoh Kawasan Konservasi
Taman Wisata Perairan Kapoposang
dan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Pangkep adalah kawasan konservasi
yang dikelola oleh Pemerintah untuk menjamin ketersediaan sumberdaya laut.
Pengelolaan kawasan konservasi tersebut ditujukan untuk menselaraskan
kepentingan perlindungan sumberdaya laut dan kepentingan pemanfaatan sumberdaya
sehingga proses pemanfaatan sumberdaya dapat berlangsung secara berkelanjutan.
Proses pengelolaan kedua kawasan konservasi tersebut tentunya harus terus ditingkatkan
sehingga pada akhirnya pengelolaan secara mandiri dan berkelanjutan dapat
segera terwujud (Jompa dkk., 2015).
Daerah penangkapan nelayan pulau
Kapoposang tidak jauh dari Taman Wisata Perairan Kapoposang terutama pada musim Barat dan
Musim Pancaroba karena cuaca yang buruk.
Pada musim Barat pada umumnya nelayan hanya menangkap ikan di daerah terumbu karang disekitar
pulau. Kawasan Taman Wisata Perairan
Kapoposang juga dihuni oleh beberapa jenis biota ETP (endanggered, threatned,
dan protected) seperti penyu laut, dugong, berbagai jenis kima (Tridacna spp),
dan kuda laut. Penangkapan terhadap
biota ETP (endangered, threatnet, dan protected) sebagai target utama sudah tidak dilakukan oleh nelayan di Pulau
Kapoposang. Namun yang terjadi adalah masih
sering ditemukan biota ETP tertangkap oleh alat tangkap jaring secara tidak sengaja atau hasil
tangkapan sampingan (Jompa dkk., 2015).
Status Spesies/Appendik
Tingginya permintaan dan harga kuda laut di pasar dunia
memicu terjadinya penangkapan kuda laut di alam. Tingginya permintaan dan harga
kuda laut di pasar dunia memicu terjadinya penangkapan kuda laut di alam secara
tidak terkontrol sehingga mengancam populasi kuda laut. Oleh karena itu, pada
tanggal 15 Mei 2004 dunia internasional menyetujui agar kegiatan impor dan
ekspor kuda laut diatur dalam CITES (Convention on Internasional Trade in
Endangered Spesies). Hal senada juga dilakukan oleh pemerintah Indonesia
dengan menetapkan kuota perdagangan kuda laut yang diperoleh dari hasil
penangkapan adalah sebanyak 50.000 ekor/tahun. Hal ini merupakan tantangan bagi
para pembudidaya ikan hias laut untuk lebih meningkatkan produksi kuda laut
dari hasil budidaya (Kusrini, 2012).
Dengan semakin meningkatnya
eksploitasi kuda laut, maka kuda laut saat ini menjadi salah satu komoditas
yang terancam kelestariannya dan disinyalir telah mendekati kepunahan. Kuda Laut
merupakan hewan langka dan hanya dapat ditemukan banyak didaerah-daerah
tertentu. Di sulawesi selatan, hewan ini kebanyakan ditemkan dikepulauan Tane
Keke, kabupaten takalar. Oleh karena itu untuk menyelamatkan komoditas ini,
kuda laut telah dimasukkan dalam daftar appendik II convention on International
Trade in Enfagerad Species of Wild Fauna anda Flora. Upaya lain yang dapat
dilakukan untuk menjaga kelestaraian kuda laut adalah dengan melakukan
pengembangan budidaya (Syafiuddin, 2010).
Upaya Konservasi
Sistem perikanan yang sangat
kompleks memerlukan pendekatan multidimensi sehingga penilaian terhadap keberlanjutan sumberdaya perikanan tidak dapat
dipetakan pada satu dimensi saja tetapi harus dianalisis secara
multidimensional. Salah satu pendekatan
untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas adalah pendekatan
ekosistem dalam pengelolaan perikanan berbasis ekosistem atau EAFM (ecological
approach to fisherie management).
EAFM telah dikembangkan di beberapa negara seperti Amerika Serikat,
Australia, Filipina dan lain-lain. Pengelolaan sumberdaya perikanan
bersifat kompleks mencakup aspek biologi, lingkungan, ekonomi, sosial budaya,
hukum, dan kelembagaan (Jompa dkk., 2015).
Sampai dengan saat ini belum ada regulasi khusus yang mengatur status
perlindungan kuda laut secara nasional. Kuda laut sebagai salah satu jenis
'ikan' pengelolaannya secara umum dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan,
namun kuda laut juga sebagai satwa/ikan yang termasuk dalam daftar apendiks
CITES, maka selama ini pengelolaannya terutama dalam aspek pemanfaatannya,
dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui PP No. 8
Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, yang terbatas
pada pelayanan perizinan perdagangan internasionalnya. Ditjen PHKA setiap
tahunnya mengeluarkan kuota penangkapan dan kuota ekspornya (Sadili, 2015).
FAO (1995) menyatakan
tujuan umum pengelolaan
sumberdaya perikanan meliputi aspek biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial. Tujuan
biologi untuk menjaga sumberdaya pada level berkelanjutan, tujuan ekologi
meminimalkan dampak lingkungan dan sumberdaya non-target (by-catch)
serta sumberdaya lainnya yang terkait, tujuan ekonomi untuk memaksimalkan
pendapatan nelayan, dan tujuan sosial
untuk memaksimalkan peluang kerja dan mata pencaharian nelayan. Dalam implementasi
EAFM harus diperhatikan adalah :
(1) perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat
ditoleransi oleh ekosistem; (2) interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan
ekosistemnya harus dijaga; (3) perangkat pengelolaan sebaiknya compatible untuk
semua distribusi sumberdaya ikan; (4) prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan
keputusan pengelolaan perikanan; (5) tata kelola perikanan mencakup kepentingan
sistem ekologi dan sistem manusia (Jompa dkk., 2015).
Pemanfaatan Kuda Laut
Kuda laut
merupakan spesies ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena
selain dapat dipelihara sebagai ikan hias yang unik juga dapat digunakan
sebagai bahan baku obat yang berkhasiat untuk berbagai macam penyakit antara
lain penyakit impotensi, asma, ginjal, dan kolesterol. Konsumsi kuda laut di
wilayah Asia mencapai 45 ton/tahun dengan negara pemakai terbesar adalah Cina
(20 ton/tahun), Taiwan (11,2 ton/tahun), Hongkong (10 ton/tahun) dan negara –
negara Asia lain (3,8 ton/tahun). Sampai saat ini untuk memenuhi permintaan
pasar, para nelayan masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Menurut
Vincent (1996); Al Qodri et al., (1998) dalam Santoso, (2006)
dalam 5 tahun terakhir telah terjadi penurunan populasi kuda laut hingga 50%
diperairan Indonesia. Karena itu, upaya pengkajian dan pengembangan teknologi
pembenihan kuda laut merupakan solusi dalam mengatasi penurunan populasi kuda
laut tersebut.
Dalam ilmu pengobatan Cina, kuda laut secara turun temurun dipercaya
memiliki khasiat memperkuat stamina dan menguatkan ginjal. Penelitian
farmakologis yang telah dilakukan menunjukan bahwa kuda laut tidak hanya
memiliki khasiat dalam meningkatkan hematopoesis namun juga memiliki aktivitas
seperti hormon. Kuda laut diduga memiliki kandungan progesteron dan taurin yang
tinggi. Keduanya merupakan hormon penting yang berperan dalam metabolisme
tubuh. Progesteron merupakan prekursor dalam pembentukan hormon steroid yang
lain, sehingga, hormon ini mampu menginisiasi pembentukan testosteron dan
estrogen pada mencit yang diberi ekstrak kuda laut. Keberadaan Testosteran
berpengaruh dalam pembentukan hormon eritropoietin di ginjal. Selain itu,
hormon testorteron juga berperan dalam pembentukan sel darah merah. DNA kuda
laut mengandung sekitar 4,5% kandungan gen yang mengkode protein yang berperan
dalam rantai tranpor elektron. Rantai transpor elektron sendiri diketahui
memiliki kandungan Fe yang tinggi, baik berupa transferin maupun gugus protein
yang berperan dalam rantai transfer protein, yang diketahui memiliki kadar zat
besi yang tinggi. Kandungan molekul-molekul penting yang cukup tinggi ini ditengarai
berhubungan dengan jaringan utama penyusun tubuh kuda laut yang terdiri atas
tulang dan otot. Sitokrom C oksidase dalam rantai transfer elektron yang
berperan memecah NADH dehidrogenase (Nicotinamide Adenine
Dinucleotide-dehidrogenase) dan sub unit ferritin, yang mengandung unsur Fe,
informasi ini sesuai dengan tingginya nilai kandungan Fe dalam serbuk kuda laut
(Adam dkk., 2014).
Kuda laut mempunyai nilai pasaran
baik di dalam maupun di luar negeri. Karena memiliki nilai ekonomis bagi
masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya hayati laut tersebut, maka sumberdaya
kuda laut harus dikelola secara baik dan lestari. Manfaat kuda laut adalah
sebagai obat tradisional, ikan akuarium, cinderamata, dan makanan tonic. Obat
Tradisional Cina (TCM) merupakan pasar terbesar untuk perdagangan kuda laut.
Pada berbagai zaman di seluruh sejarah medis barat, kuda laut digunakan untuk
membantu produksi air susu ibu, menyembuhkan kebotakan, rabies, lepra dan
penyakit anjing gila, dan akan menyebabkan kematian jika dicampur dengan
anggur. Di jepang kuda laut digunakan sebagai jimat bagi ibu – ibu hamil dengan harapan dapat melahirkan bayi
dengan lancar dan selamat. Untuk masa sekarang ini pengobatan timur telah
mengeringkan dan menggiling kuda laut yang digunakan sebagai obat gejala-gejala
penyakit mulai dari impotensi, sakit asma, jantung, ginjal, kulit dan gondok
(Lourie et al, 1999 dalam Syafiuddin, 2004).
Lourie et al (1999) dalam Redjeki (2007) menyatakan, selama ini penyediaan dan produksi kuda
laut untuk dipasarkan masih mengandalkan usaha penangkapan dari alam. Untuk
mengatisipasi berkurangnya sumberdaya perikanan kuda laut, upaya budidaya
merupakan salah satu alternatif yang perlu dikembangkan. Keberhasilan usaha
perikanan budidaya dapat terwujud apabila tiga faktor penentu yaitu
ketersediaan benih baik mutu maupun jumlahnya, pakan yang tersedia, dan
lingkungan hidup yang sehat. Ketersediaan benih yang memadai, baik dari segi
jumlah, mutu, dan kesinambungannya harus dapat terjamin agar usaha pengembangan
budidaya biota laut dapat berjalan dengan baik. Selain itu, ketersediaan pakan
yang dibutuhkan, terutama pada stadia juwana perlu diperhatikan. Hal ini karena
pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ikan yang sangat besar
peranannya, baik dilihat sebagai penentu pertumbuhan maupun dilihat dari segi
biaya produksi. Pakan berfungsi sebagai materi bagi kehidupan, pertumbuhan, dan
reproduksi ikan (Suhenda et al, 2003 dalam
Redjeki, 2007). Dengan demikian maka perlu
dilakukan penelitian tentang aspek biologi kuda laut, khususnya penelitian
tentang pentingnya penyediaan pakan alami pada pembenihan biota laut ini (Redjeki, 2007).
Kondisi lingkungan sangat berperan dalam masa pertumbuhan reproduktif kuda
laut, selain agar sesuai dengan kebutuhan induk kuda laut juga untuk
perkembangan gonad, dan pematangan telur. Salah satu faktor lingkungan yang
dominan berpengaruh terhadap perkembangan dan pematangan gonad adalah suhu.
Suhu sangat besar pengaruhnya terhadap metabolisme, dimana suhu air yang
terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan gonad. Sedangkan
suhu yang terlalu tinggi, dapat membuat induk menjadi stress dan aktif
bergerak, sehingga akan mengeluarkan banyak energi. Selain itu, perubahan suhu
dapat merangsang hipotalamus untuk melepaskan horrnon Gonadotropin Releazing
Honnone (GnRH). Gonadotropin yang dihasilkan rneliputi Folide
Stimulating Honnone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) yang berperan
merangsang aktivitas perkernbangan gonad (Syajiuddin dkk., 2008).
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh yaitu:
1.
Kuda
laut biasanya dapat ditemukan di antara karang, makro alga, akar mangrove dan
padang lamun, tetapi beberapa hidup di pasir terbuka atau dasar berlumpur.
Spesies tertentu dapat ditemukan di muara sungai atau laguna.
2.
Kuda laut dimasukkan dalam daftar appendik II Convention on International
Trade in Enfagerad Species of Wild Fauna anda Flora.
3.
Kuda
laut merupakan spesies ikan laut yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena selain dapat dipelihara sebagai ikan
hias yang unik juga dapat digunakan sebagai bahan baku obat yang berkhasiat
untuk berbagai macam penyakit antara lain penyakit impotensi, asma, ginjal, dan
kolesterol.
Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya
dilakukan penelitian mengenai kuda laut (Hippocampus
spp.) untuk
mengetahui lebih banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan sumberdaya hayati
perikanan tersebut dalam menjaga kelestariannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, K., L. Fitria dan M. Sarto, 2014. Pengaruh Pemberian Fraksi Protein
Ekstrak Kuda Laut (Hippocampus kuda Bleeker, 1852) terhadap Peningkatan
Kadar Hemoglobin Mencit (Mus musculus L). Pusat
Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes, Kemenkes RI.
Agung, D. I., 2016. Komposisi Jenis dan
Kelimpahan Zooplankton Di Peraira Kepulauan Tanakeke Kabupaten Takalar,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Angwarmase, A., 2014. Kajian Hukum Terhadap Hak
Masyarakat Adat di Era Otonomi Daerah Dalam
Penggelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil (Studi Kasus Pulau
Ngele-Ngele Kabupaten Pulau Morotai). 2(1).
Eayrs, S. 2005. Pedoman untuk Mengurangi Hasil Tangkap Sampingan (HTS) Pada
Perikanan Pukat-hela (trawl) udang Perairan Tropis. Organisasi Pangan dan
Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-bangsa, Roma, Italia.
Hamzah, A. S., 2016. Mengenal dan Membudidayakan Kuda Laut Hewan Kecil Berpotensi
Tinggi. Official website.
Indarawan, M., R.B. Primack dan J. Supriatna, 2007.
Biologi Konservasi. ISBN: 978-979-461288-X.
Jompa, J.,
N. Nessa dan M. Lukman, 2015. Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut (Bunga Rampai). Kementrian Perikanan dan Kelautan.
Kusrini, E., 2012. Teknologi Produksi Benih Ikan
Hias Laut Untuk Melestarikan Sumberdaya Genetiknya. Media Akuakultur, 7
(2).
Mahathir, A. 2014.
Polapertumbuhan Kuda Laut (Hippocampus
Barbouri, Jordan & Richardson, 1908) yang Hidup Pada Beberapa Tipe
Habitat di Perairan Kepulauan Tanakeke Kabupaten Takalar. Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Rabiansyah , 2015. Studi Ekologi
Kuda Laut ( Hippocampus )
di Perairan Desa Sebong Pereh Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan .
Universitas Maritim Raja Ali, Kepulauan Riau.
Redjeki, S., 2007. Pemberian Copepoda Tunggal dan Kombinasi Sebagai Pakan Kuda Laut
(Hippocampus Kuda). Ilmu Kelautan, 12(1) : 1 - 5 ISSN 0853 – 7291.
Sadili,
D. 2015. Kuda Laut (Hippocampus spp.) dan Aspek Regulasinya. Direktorat
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Samin, A. 2013.
Perkembangan Morfologi Juwana Kuda Laut(Hippocampus Barbouri, Jordan
& Richardson, 1908) Dalam Wadah Terkontrol, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Santoso, L., 2006. Pengaruh Pemberian Pakan Naupli
Artemia Yang Diperkaya Dengan Squalen Pada Dosis Yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan dan Kelulushidupan Juvenil Kuda Laut. Jurnal Saintek Perikanan,
2(1): 83 – 93.
Syafiuddin, 2004. Pembenihan dan
Penangkaran Sebagai Alternatif Pelestarian Populasi Kuda Laut ( Hyppocampus spp) di Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syafiuddin, 2010. Studi Aspek Fisisiologi Reproduksi: Perkembangan Ovari
dan Pemijahan Kuda Laut (Hippocampus barbouri) dalam wadah budidaya. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syajiuddin, dkk., 2008. Pengaruh Suhu Terhadap Perkembangan Ovari
Kuda Laut (Hippocampus Barbouri) dalam Wadah Budidaya. Toram, 18(1) : 81
- 86 ISSN: 0853-4489.
selamat siang sahabat insan perikanan, mau sedikit bertnya ini lokasi kongkrit pengambilan datanya/penelitian dimana ya ?
BalasHapusmohon berbagi infonya dong
oya.. saya salman simatupang alumni perikanan UBH Padang, Ingin menambah ilmu tentang kuda laut ini.
terimakasih....